~~~PERHATIAN!!! ANDA MEMASUKI KAWASAN ANTI DEMOCRAZY~~~

Rabu, 28 September 2011

Propaganda Nikah Muda

Di zaman saat godaan zina bertebaran, pernikahan adalah solusi terbaik. Para aktivis rohis kini beramai-ramai mempropagandakan serunya menikah muda. Sesuai tradisi Arab, anak-anak Rasulullah semuanya menikah di usia muda. Yang sudah menikah memanas-manasi para ‘jojoba’ dengan pamer kemesraan. Dari berbagai media pun, saya sering mendengar bahwa Rasulullah adalah suami yang pandai menjaga kemesraan dengan istri-istrinya. Tapi benarkah Rasulullah bermesraan di tempat umum?

Diriwayatkan oleh Shafiyah binti Huyaiy ra, ia berkata: Suatu malam ketika Nabi saw sedang beriktikaf, aku datang mengunjungi beliau untuk mengajak bicara. Setelah itu aku pun bangkit berdiri untuk pulang dan Rasulullah saw ikut berdiri untuk mengantarkanku. Tempat tinggal Shafiyah adalah di rumah Usamah bin Zaid. Tiba-tiba lewat dua orang Ansar. Tatkala mereka melihat Nabi saw mereka mempercepat jalan mereka lalu Nabi saw berseru: Tunggu! Dia adalah Shafiyah binti Huyaiy. Mereka berdua segera menyahut: Maha suci Allah, ya Rasulullah! Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya setan itu berada di dalam aliran darah tubuh manusia dan aku khawatir akan menimbulkan prasangka buruk di hati kalian atau mengatakan sesuatu.

Wah berarti boleh bermesraan di depan umum asal ga menimbulkan fitnah. Tapi masa’ dikit2 konferensi pers? Kalo niatnya manas-manasin orang yang memang nunda2 nikah sih ga masalah. Tapi kalo yg liat malah orang yang sebenernya udah ‘pengen’ tapi belum jodohnya gimana?

Kata temen saya, menahan diri dari zina sebelum menikah itu adalah puasa, dan menikah itu berbuka. Apakah etis makan di depan orang puasa?

Janganlah engkau menyakiti tetanggamu dengan bau sedap masakan pancimu, kecuali engkau mengirim sebagian darinya untuk dia. HR. Ibnu Asakir melalui Ibnu Mas’ud r.a.

Lah masa’ iya situ mau nge’share’ pasangan situ sama para jombloers??

Sekarang-sekarang ini, dampak dari propaganda nikah semakin terasa. Alhamdulillah nikah muda semakin marak. Tapi oh tapi, VMJ pun makin marak di kalangan yang masih puasa. Untuk jombloers yang kelaparan: rasa lapar itu manusiawi, wajaaarr bgt, tapi apakah layak jika engkau menampakkan rasa laparmu saat sedang berpuasa? Bersabarlah dan lakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat.. bukankah itu esensi dari puasa? Tenanglah, jangan takut, jangan khawatir. Jodoh dan waktu yang terbaik untukmu sudah tersusun rapi dalam skenarioNya.

Sbnrnya mslh seperti ini jatohnya bisa ke mslh akidah lho! Misalnya, ttg rizki dari Allah. Sbnrnya kl kita percaya, Allah tak prnh lalai untuk menyiapkan rizki utk tiap-tiap makhluknya. Dari amoeba sampe paus biru semuanya tak ada yg luput dari Allah. Makanya org yg akidahnya sehat pantang utk merisaukan rizki yang di dapatnya. Carilah uang utk beramal, ‘efek sampingnya’ kita akan mendapat sisa rizki utk diri sndiri. Bekerjalah utk beramal, ‘efek sampingnya’ kita akan medapat rizki.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,

“Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.”
Tau kan yaa kl ibadah di sini mskdnya dlm arti luas jg..

Begitu jg dgn jodoh. Ga usah dikejar-kejarlah, stay cool aja..

.

Jagalah hatimu (dan bantulah saudaramu menjaga hatinya)

Maaf ya kalo ada yang tersinggung, yang bener datangnya dari Allah dan yang salah dari saya sendiri




sumber :http://sidhanimuth.wordpress.com


Perhiasan Dunia Terindah…


Sebuah berita gembira datang dari sebuah hadits Rosul bahwa Rosulullah Saw. Bersabda :

”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (HR. an-Nasa’I dan Ahmad)

Di dalam Islam, peranan seorang istri memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan berumah-tangga dan peranannya yang sangat dibutuhkan menuntutnya untuk memilih kualitas yang baik sehingga bisa menjadi seorang istri yang baik. Pemahamannya, perkataaannya dan kecenderungannya, semua ditujukan untuk mencapai keridho’an Allah Swt., Tuhan semesta Alam. Ketika seorang istri membahagiakan suaminya yang pada akhirnya, hal itu adalah untuk mendapatkan keridho’an dari Allah Swt. sehingga dia (seorang istri) berkeinginan untuk mengupayakannya.

Kualitas seorang istri seharusnya memenuhi sebagaimana yang disenangi oleh pencipta-Nya yang tersurat dalam surat Al-Ahzab. Seorang Wanita Muslimah adalah seorang wanita yang benar (dalam aqidah), sederhana, sabar, setia, menjaga kehormatannya tatkala suami tidak ada di rumah, mempertahankan keutuhan (rumah tangga) dalam waktu susah dan senang serta mengajak untuk senantiasa ada dalam pujian Allah Swt.

Ketika seorang Wanita Muslimah menikah (menjadi seorang istri) maka dia harus mengerti bahwa dia memiliki peranan yang khusus dan pertanggungjawaban dalam Islam kepada pencipta-Nya, Allah Swt. menjadikan wanita berbeda dengan pria sebagaimana yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an:

”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu.” (QS. An Nisaa’ , 4:32)

Kita dapat melihat dari ayat ini bahwa Allah Swt. membuat perbedaan yang jelas antara peranan laki-laki dan wanita dan tidak diperbolehkan bagi laki-laki atau wanita untuk menanyakan ketentuan peranan yang telah Allah berikan sebagaimana firman Allah:

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al Ahzab, 33:36)

Karenanya, seorang istri akan membenarkan Rasulullah dan akan membantu suaminya untuk menyesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah (hukum Islam) dan memastikan suaminya untuk kembali melaksanakan kewajiban-kewajibannya, begitupun dengan kedudukan suami, dia juga harus memenuhi kewajiban terhadap istrinya.

Diantara hak-hak lainnya, seorang istri memiliki hak untuk Nafaqah (diberi nafkah) yang berupa makanan, pakaian dan tempat untuk berlindung yang didapatkan dari suaminya. Dia (suami) berkewajiban membelanjakan hartanya untuk itu walaupun jika istri memiliki harta sendiri untuk memenuhinya. Rasulullah Saw. Bersabda :

”Istrimu memiliki hak atas kamu bahwa kamu mencukupi mereka dengan makanan, pakaian dan tempat berlindung dengan cara yang baik.” (HR. Muslim)

Ini adalah penting untuk dicatat bahwa ketika seorang istri menunaikan kewajiban terhadap suaminya, dia (istri) telah melakukan kepatuhan terhadap pencipta-Nya, karenanya dia (istri yang telah menunaikan kewajibannya) mendapatkan pahala dari Tuhan-Nya. Rasulullah Saw. mencintai istri-istrinya karena kesholehan mereka.

Aisyah Ra. suatu kali meriwayatkan tentang kebaikan kualitas Zainab Ra., istri ketujuh dari Rosulullah Saw.,

”Zainab adalah seseorang yang kedudukannya hampir sama kedudukannya denganku dalam pandangan Rasulullah, dan aku belum pernah melihat seorang wanita yang lebih terdepan kesholehannya daripada Zainab Ra., lebih dalam kebaikannya, lebih dalam kebenarannya, lebih dalam pertalian darahnya, lebih dalam kedermawanannya dan pengorbanannya dalam hidup serta mempunyai hati yang lebih lembut, itulah yang menyebabkan ia lebih dekat kepada Allah”.

Seperti kebesaran Wanita-wanita Muslimah yang telah dicontohkan kepada kita, patut kiranya bagi kita untuk mencontohnya dengan cara mempelajari kesuciannya, kekuatan dari karakternya, kebaikan imannya dan kebijaksanaan mereka. Usaha untuk mencontoh Ummul Mukminin yang telah dijanjikan surga (oleh Allah) dapat menunjuki kita kepada karunia surga.

Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda :

“Ketika seorang wanita menunaikan sholat 5 waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan masuk surga dengan beberapa pintu yang dia inginkan.” (HR. Al Bukhari, Al Muwatta’ dan Musnad Imam Ahmad)

Wahai Muslimah yang tulus, perhatikan bagaimana Nabi Saw. menjadikan sikap ta’at kepada suami sebagai dari bagian amal perbuatan yang dapat mewajibkan masuk surga, seperti shalat, puasa; karena itu bersungguh-sungguhlah dalam mematuhinya dan jauhilah sikap durhaka kepadanya, karena di dalam kedurhakan kepada suami terdapat murka Allah Swt.

Wallahu a’lam bish showab..

oleh: Ustaz Abu Jibriel (abujibriel.com)

Senin, 26 September 2011

Jilbab Menurut Islam, Kristen dan Yahudi: Mitos dan Realita


Marilah kita buka satu persoalan yang di negara-negara Barat dianggap sebagai simbol dari penindasan dan perbudakan wanita, yaitu jilbab atau tudung kepala. Apakah betul tidak terdapat pembahasan mengenai jilbab di dalam tradisi Jahudi-Kristen ? Mari kita lihat bukti catatan yang ada. Menurut Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya meninggalkan sebelah mata saja. Beliau disana mengutip pernyataan beberapa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: "Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan "Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut isterinya terlihat," dan "Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan."

Hukum Rabbi melarang pemberian berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap "telanjang". Dr. Brayer juga mengatakan bahwa "Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut."

Dr. Brayer juga menerangkan bahwa jilbab bagi wanita Yahudi bukanlah selalu sebagai simbol dari kesopanan. Kadang-kadang, jilbab justru menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang mengenakannya ketimbang ukuran kesopanan. Jilbab atau tudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi. Jilbab juga diartikan sebagai penjagaan terhadap hak milik suami.

Jilbab menunjukkan suatu penghormatan dan status sosial dari seorang wanita. Seorang wanita dari golongan bawah mencoba menggunakan jilbab untuk memberikan kesan status yang lebih tinggi. Jilbab merupakan tanda kehormatan. Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S.W.Schneider, 1984, hal 237). Wanita-wanita Yahudi di Eropa melanjutkan menggunakan jilbab sampai abad ke sembilan belas hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Tekanan eksternal dari kehidupan di Eropa pada abad sembilan belas memaksa banyak dari mereka pergi keluar tanpa penutup kepala.

Beberapa wanita Yahudi kemudian lebih cenderung menggantikan penutup tradisional mereka dengan rambut palsu sebagai bentuk lain dari penutup kepala. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang saleh tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239). Sementara beberapa dari mereka. seperti sekte Hasidic, masih menggunakan rambut palsu (Alexandra Wright, 19??, hal 128-129).

Bagaimanakah jilbab menurut tradisi Kristen?
Kita sendiri menyaksikan sampai hari ini bahwa para Biarawati Katolik menutup kepalanya yang suruhannya sebetulnya telah ada semenjak empat ratus tahun yang lalu. Tetapi bukan hanya itu, St. Paul (atau Paulus) dalam Perjanjian Baru, I Korintus 11:3-10, membuat pernyataan-pernyataan yang menarik tentang jilbab sebagai berikut: "Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap laki-laki adalah Kristus, kepala dari perempuan adalah laki-laki dan kepala Kristus adalah Allah. Tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang bertudung, menghina kepalanya. Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga mengguting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya. Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan dicipt akan karena laki-laki. Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena malaikat". (I Korintus 11:3-10).

St. Paul memberikan penalaran tentang wanita yang berjilbab atau berkerudung adalah bahwa jilbab memberikan tanda kekuasaan pada laki-laki, yang merupakan gambaran kebesaran Tuhan, atas wanita yang diciptakan dari dan untuk laki-laki. St. Tertulian di dalam risalahnya "On The Veiling Of Virgins" menulis: "Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu."

Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272). Beberapa golongan Kristen, seperti Amish dan Mennoties contohnya, mereka hingga hari ini tetap mengenakan tutup kepala. Alasan mereka mengenakan tutup kepala, seperti yang dikemukakan pemimpin gerejanya adalah: "Penutup kepala adalah simbol dari kepatuhan wanita kepada laki-laki dan Tuhan," logika yang sama seperti yang ditulis oleh St. Paul dalam Perjanjian Baru (D. Kraybill, 1960, hal 56).

Dari semua bukti-bukti di atas, nyata bahwa Islam bukanlah agama yang mengada-adakan dan mewajibkan penutup kepala, tetapi Islam telah mendukung hukum tersebut. Al Qur'an memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan yang beriman untuk menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Juga memerintahkan wanita beriman agar memanjangkan penutup kepalanya sampai menutupi leher dan dadanya.

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat..... Katakanlah kepada wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya..." (An Nuur:30,31)

Di dalam Al Qur'an jelas tertulis bahwa kerudung sangat penting untuk menutup aurat. Mengapa aurat itu penting ? Hal itu dijelaskan dalam Al Qur'an surat Al Ahzab 59: "Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu." (Al Ahzab:59)

Pada intinya, kesederhanaan digambarkan untuk melindungi wanita dari gangguan atau mudahnya, kesederhanaan adalah perlindungan.

Jadi, tujuan utama dari jilbab atau kerudung di dalam Islam adalah perlindungan. Kerudung di dalam Islam tidak sama seperti di dalam tradisi Kristen dimana merupakan tanda bahwa martabat laki-laki berada di atas wanita dan merupakan simbolisasi tunduknya wanita terhadap laki-laki. Kerudung di dalam Islam juga bukan seperti di dalam tradisi Yahudi dimana kerudung merupakan tanda keagungan dan tanda pembeda sebagai wanita bangsawan yang menikah. Kerudung di dalam Islam hanya sebagai tanda kesederhanaan dengan tujuan melindungi wanita, tepatnya semua wanita. Pada falsafah Islam dikenali prinsip bahwa selalu lebih baik menjaga daripada menyesal kemudian. Al Qur'an sangat
memperhatikan wanita dengan menjaga tubuh mereka dan kehormatan mereka atas pernyataan laki-laki yang berani menuduh ketidaksucian seorang wanita, mereka akan mendapat balasan;

"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah (mereka yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. An Nuur 4)

Bandingkan sikap Al Qur'an yang sangat tegas, dengan hukuman yang sangat longgar bagi pemerkosa di dalam Injil:

"If a man find a damsel that is a virgin, which is not betrothed, and there was none to save her. Then the man that lay with her shall give unto the damsel's father fifty shekels of silver, and she shall be his wife; because he hath humbled her, he may not put her away all his days" (Deut. 22:28-29).

Terjemahannya:
"Jika seorang laki-laki menemui seorang gadis yang tidak dijanjikan untuk dinikahkan kemudian memperkosanya, dia harus membayar sebesar lima puluh shekels perak kepada ayah gadis itu. Laki-laki itu harus menikahi gadis tersebut karena perbuatannya dan dia tidak boleh menceraikannya selama hidupnya" (Ulangan. 22:28-29).

Patut ditanyakan, siapa yang sebenarnya dihukum dalam hal ini? Orang yang membayar denda karena telah memperkosa ataukah gadis yang dipaksa untuk menikah dengan laki-laki yang memperkosanya dan harus tinggal bersamanya sampai dia mati ? Pertanyaan lainnya: Mana yang lebih melindung seorang wanita sikap tegas Al Qur'an atau sikap kendor moral (lax) daripada Injil ?

Beberapa kalangan, terutama di belahan negara-negara Barat, mungkin cenderung untuk menertawakan bahwa kesederhanaan (modesty) berguna untuk perlindungan. Alasan mereka adalah perlindungan yang terbaik yaitu memperluaskan pendidikan, berperilaku yang sopan, dan pengendalian diri. Kami akan mengatakan: semua itu baik tapi tidak cukup.

Jika tindakan yang ada dipandang perlindungan yang sudah cukup, lalu mengapa wanita-wanita di Amerika Utara saat ini tidak berani berjalan sendirian di kegelapan atau bahkan cemas melewati tempat parkir yang sepi ?. Jika pendidikan adalah suatu penyelesaian lalu mengapa Universitas Queen yang terkenal pelayanan pendidikannya terpaksa harus mengantar pulang para mahasiswi di dalam kampus ?. Jika pengendalian diri adalah jawabannya, lalu mengapa kasus pelecehan sex di tempat kerja diberitakan di media masa nyaris setiap hari ?. Contohnya, yang tertuduh melakukan pelecehan sex dalam beberapa tahun terakhir: para perwira Angkatan Laut, Manager-manager,
Professor-professor, Senators, Pengadilan Tinggi (Supreme Court Justices), dan bahkan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton sendiri !

Saya tercengang saat saya membaca statistik yang ditulis dalam sebuah pamflet yang dikeluarkan oleh Dean of women's office di Universitas Queen berikut :

* Di Canada, setiap 6 menit ada seorang wanita yang mengalami pelanggaran sexual.

* 1 dari 3 wanita di Canada akan mengalami pelanggaran sexual pada suatu saat dalam kehidupannya.

* 1 dari 4 wanita berada dalam resiko diperkosa atau usaha pemerkosaan dalam kehidupannya.

* 1 dari 8 wanita akan mengalami pelanggaran sexual saat menjadi mahasiswi unitersitas.

* Sebuah penelitian menemukan bahwa 60% dari mahasiswa laki-laki mengatakan mereka akan berbuat pelanggaran seksual jika mereka yakin mereka tidak ditangkap.

Ada sesuatu yang secara fundamental amat sangat keliru di masyarakat kita ini [negara Barat, penerjemah] Suatu perubahan yang radikal sangat perlu dilakukan di dalam gaya hidup dan budaya kita ini. Budaya hidup sederhana (modesty) teramat sangat dibutuhkan.Sederhana dalam berpakaian, dalam bertutur kata, dan dalam sopan santun berhubungan antara pria dan wanita. Kalau perubahan tidak dilakukan, maka angka-angka statistik yang kelabu di atas akan makin suram dari hari ke hari hingga benar-benar semuanya terjerembab dalam kegelapan. Dan sialnya, penanggung beban masyarakat yang paling berat adalah para wanita.

Sesungguhnya kita semua menderita sebagaimana Khalil Gibran (sastrawan nasrani dari Libanon, penerjemah) pernah mengatakan: "...for the person who receives the blows is not like the one who counts them." (Khalil Gibran, 1960, hal 56). Oleh sebab itu, sebuah masyarakat seperti Perancis yang pernah mengusir seorang gadis dari sekolahnya lantaran si gadis menampilkan kesederhaan dengan mengenakan tudung, sesungguhnya hanyalah tindakan yang mencelakakan masyarakat itu sendiri.

Adalah sebuah ironi maha besar di dalam dunia yang kita tinggali saat ini. Secarik tudung penutup kepala mereka katakan sebagai simbol 'kesucian' saat dikenakan oleh seorang biarawati Katolik, padahal dalam ajaran Kristiani hal itu untuk menunjukkan kekuasaan pria. Namun apabila secarik tudung kepala tersebut dikenakan oleh seorang muslimah untuk keperluan melindungi diri, justru dituduh sebagai simbol penindasan pria atas wanita! []

Catatan Redaksi: Artikel berikut adalah salah satu bab dari buku kecil karangan Dr. Sherif Abdel Azeem, seorang professor di Queen University, Ontario, Canada. Judul bukunya (terbitan 1996) adalah Women in Islam versus Women in the Judaeo-Christian Tradition; The Myth and The Reality. Hak Cipta ada pada pengarang dimana beliau mengijinkan untuk penyalinan dan terjemahan sepanjang tidak mengurangi isinya.

Terjemahan
ke bahasa Indonesia dilakukan oleh Ria Amirul. Saat diterjemahkan, naskah asli bisa di-download dari situs http://www.stanford.edu/group/issu.

Jumat, 23 September 2011

Antara Saya, Cinta, dan Pria (Semua Atas Nama Cinta)


Ini adalah kisah yang sudah sangat melegenda:
- Tentang Julius Caesar, kaisar Romawi yang rela kehilangan kehormatan, kesetiaan dan bahkan negaranya demi si Ratu Penggoda:Cleopatra. Semua dia lakukan (kata ahli sejarah)...atas nama cinta
- Ini kisah tentang pemuda bernama Romeo, demi seorang wanita, rela kehilangan keluarga, dan tentu saja nyawa... tetap saja:atas nama cinta -

Satu lagi, seorang janda bernama Khadijah, yang rela mengorbankan segalanya demi membela pemuda bernama Muhammad, yang dia yakini membawa risalah Tuhannya.

Ini juga :atas nama cinta kata Jalaluddin Rumi: cinta akan membuat yang pahit menjadi manis dan dengan cinta tembaga menjadi emas dengan cinta yang keruh menjadi jernih. Dengan cinta sakit menjadi obat, dengan cinta yang mati akan menjadi hidup, dan cintalah yang menjadikan seorang raja menjadi hamba sahaya dari pengetahuanlah cinta seperti tumbuh.

Afwan, aku bukan pujangga yang hendak membahas tentang cinta. Aku juga tidak sedang mencampuri urusan orang lain (Aku hanya ingin memposisikan diri sebagai seorang saudara.. yang wajib hukumnya untuk mengingatkan saudaranya yang mungkin...salah langkah.

Bila aku salah, atau artikel ini tak berkenan, mohon maaf. Itu saatnya aku untuk dikritisi. Aku ingin bicara atas nama wanita, terlebih akhwat (kalau boleh sih) tolong untuk para ikhwan (atau yang merasa sebagai muslim).

Wanita adalah makhluk yang sempit akal dan mudah terbawa emosi. Terlepas bahwa aku tidak suka pernyataan tersebut, tetapi itulah fakta. Sangat mudah membuat wanita bermimpi.

Tolong, berhentilah memberi angan-angan kepada kami. Mungkin kami akan melengos kalau disapa. Atau membuang muka kalau dipuji. Namun, jujur saja, ada perasaan bangga. Bukan suka pada antum (mungkin) namun suka karena diperhatikan "lebih".

Diantara kami, ada golongan Maryam yang pandai menjaga diri. Tetapi tidak semua kami mempunyai hati suci. Jangan antum tawarkan sebuah ikatan bernama ta'aruf bila antum benar-benar belum siap akan konsekuensinya. Sebuah ikatan ilegal yang bisa jadi berumur tak cuma dalam hitungan bulan tetapi menginjak usia tahun, tanpa kepastian kapan akan dilegalkan.

Tolong, pahami arti cinta seperti pemahaman Umar Al Faruq: seperti induk kuda yang melangkah hati-hati karena takut menginjak anaknya (afwan, bener ini ya riwayatnya?). Bukan mengajak kami ke bibir neraka. Dengan SMS-SMS mesra, telepon sayang, hadiah-hadiah ungkapan cinta dan kunjungan pemantapan yang dibungkus sebuah label: ta'aruf.

Tolong, kami hanya ingin menjaga diri. Menjaga amal kami tetap tertuju padaNYA.Karena janji Allah itu pasti. Wanita baik hanya diperuntukkan laki-laki baik. Jangan ajak mata kami berzina dengan memandangmu! Jangan ajak telinga kami berzina dengan mendengar pujianmu! Jangan ajak tangan kami berzina dengan menerima hadiah kasih sayangmu! Jangan ajak kaki kami berzina dengan mendatangimu! Jangan ajak hati kami berzina dengan ber-dua-an denganmu! Ada beda persahabatan sebagai saudara, dengan hati yang sudah terjangkiti virus. Beda itu bernama "rasa" dan "pemaknaan"

Bukan, bukan seperti itu yang dicontohkan Rasulullah! Antum memang bukan Mush'ab. Antum juga tak sekualitas Yusuf as. Tetapi antum bukan Arjuna dan tak perlu berlagak seperti Casanova karena Islam sudah punya jalan keluar yang indah. Segeralah menikah atau jauhi wanita dengan puasa!

Tolong, sebelum antum memutuskan untuk mendatangi kami jawab dulu! Pertanyaan ini dengan jujur:

  1. Setelah 3 bulan antum mendatangi dan menyatakan cinta, antum masih belum siap untuk mengikrarkan dalam sebuah pernikahan?
  2. Ataukah antum masih butuh waktu lebih lama dan meminta kami menunggu?
  3. Dengan alasan yang tidak syar'i dan terlalu duniawi?

Kalau jawabannya "IYA",

"SELAMAT"

berarti antum lebih pantas masuk surga dibandingkan Ali bin Abi Thalib as. Dia baru berani mengatakan cinta kepada Fathimah, setelah menikah. Ali, pemuda kesayangan Rasul, tetapi menunggu waktu bertahun-tahun untuk mengatakannya. Bukan karena dia pengecut tentu saja justru karena dia adalah laki-laki kualitas surga. Tolong, kami tidak ingin menyakiti hati calon suami kami yang sebenarnya.

Mereka berusaha untuk menjaga hijab, agar datang kepada kami dalam kondisi suci hati, tetapi kami malah menjajakan cinta kepada laki-laki yang belum tentu menjadi suami kami. Atau antum sekarang sudah berani menjamin bahwa antum adalah calon suami kami sebenarnya?

Maaf, wanita itu lemah dan mudah ditaklukkan. Sebagai saudara kami, tolong, jaga kami! Karena kami akan kuat menolak rayuan preman, namun bisa jadi kami lemah dengan surat cinta kalian.

Bukankah akan lebih indah bila kita bertemu dengan jalan yang diberkahi-NYA?
Bukankah lebih membahagiakan bila kita dipertemukan dalam kondisi diridhoi-NYA?
Bukan cuma saat menikah, tetapi saat pertemuan yang juga bebas dari maksiat. Allah Maha Pencemburu, dan DIA Maha Memiliki kami, jadi...mintalah kepadaNya sebelum mendatangi
kami.

(muslimdaily/tentang-pernikahan.com)

Muslimah yang Didamba, Seperti Apa Sih?


Oleh Yang lelaki tampan, punya pekerjaan mapan dengan gaji tiap bulan lebih dari cukup, bahkan berlimpah untuk ukuran materi, berpendidikan tinggi. Berasal dari keluarga baik-baik. Pun demikian, yang perempuan cantik, cerdas, berpendidikan tinggi. Menikah dan mempunyai putra-putri yang cerdas-cerdas pula.

Sudah sunnatullahnya begitu, cikal bakal dari kedua orang tuanya yang tak punya cacat
sosial mendidiknya, maka tak hanya cerdas dan tampan-cantik, tapi juga humanis. Sempurna, demikian orang menyebut keluarga itu.

Sudah baik rupa, baik budi, dan kaya pula. Keluarga harmonis, demikian para pakar parenting menganalisanya, karena azas saling mendengar dan saling memahami menjadi landasan utama, yang kuncinya adalah komunikasi.

Namun, tahukah? Ternyata keluarga yang begitu indah dipandang mata itu adalah ahli neraka. Kenapa? Padahal mereka tak pernah merugikan orang lain, tak pernah melanggar norma-norma kesusilaan masyarakat.

Sebabnya adalah, karena mereka tak pernah punya orientasi yang jelas setelahnya. Karena mereka tak pernah berpikir ada apa nantinya dibalik sekat pembatas kehidupan bernama kematian. Tujuan hidup cukup hanya sampai dunia yang nyata-nyata akan ada masa akhirnya.

Bahagia di dunia, memang. Tapi balasan derita di akhirat sudah menanti pasti. Semuanya bermula dari keimanan yang terabaikan. Keimanan tentang adanya Allah
Swt., Tuhan semesta alam yang wajib diibadahi, berlanjut pada keimanan kepada para malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul, hari kiamat, qadha dan qadar.

Sungguh, di hari ini kita dapati, begitu banyak keluarga yang kelihatannya baik-baik saja, harmonis dan bahagia, namun dibalik itu, siksa neraka menanti. Oleh dasar itulah, menjadi ingatan yang tak bisa dinafikan, tentang peringatan Allah Swt ;

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan," ( At Tahrim: 6 )

Kalau sudah begini, masihkah kita memandang mereka menjalani hidup dengan baik-baik saja? Asal semua kebutuhan hidup tercukupi, anak-anak tak bermasalah, malah berprestasi. Maka semuanya menjadi indah. Ya, memang indah, namun keindahan yang semu dan itu artinya, kita tertipu !

Kembali ke aturan Islam, itulah jalan selamat.

Jika kita coba menelisik lebih dalam tentang peringatan Allah Swt. dalam kitab-Nya tersebut, maka akan kita dapati korelasi yang kuat bahwa aspek, efek, sikap, cara pandang, kepribadian dan apapun nantinya pada seseorang terlihat, bahan dasarnya adalah dari keluarga.

Karena jelas, semua laku yang tercipta, sekecil apapun itu, dengan detail telah tercatat di lembaran kitab para malaikat, yang kemudian Allah Swt. mengabarkan akan kita terima tanpa kurang satu hurufpun kelak di hari pembalasan.

Slide pun di buka tentang kehidupan kita, dievaluasi, mana yang sia-sia, maksiat dan jatuhnya ke neraka, mana yang baik, bermanfaat, namun tunggu, belum tentu jatuhnya ke surga.

Karena disini berlaku aturan yang jelas tentang pemaknaan kebaikan, yang menjadi nilai berarti atau hanya berhenti sampai dunia dan sia-sia belaka di akhirat. Aturan itu, Allah menyebutnya bernama niat, bahwa semua amal akan tergantung niatnya--hadis Arbain ke satu.

Maka jelaslah, kenapa keimanan itu menjadi pintu pembuka kemana kita nantinya setelah berakhirnya kehidupan ini, dengan kunci satu-satunya adalah syahadatain. Yang kemudian semuanya harus diterjemahkan dalam syariat-Nya.

Ini, sedang tidak mendongeng ria kawan, tapi mengajak siapa pun memunguti kembali kepingan-kepingan orientasi hidup yang sesungguhnya.

Jika demikaian adanya, mari kita kembali pada apa yang telah dinarasikan, dideskripsikan bahkan dicontohkan dalam Islam. Tentang bagaimana seharusnya sebuah keluarga menjalani kehidupannya dalam berkeluarga. Yang dalam Islam kemudian kita kenal dengan serangkai kata sakinah, mawaddah wa rahmah.

Muslimah, inilah peranmu !

Ketika kita berbicara tentang keluarga, maka komponen utama yang akan kita dapati adalah ayah, ibu dan anak. Semuanya telah begitu apik ditata dalam Islam tentang hak dan kewajiban, tugas dan tanggung jawab masing-masing.

Meski bukan hadis Nabi Saw, dan hanya perkataan baik dari ulama, namun "wanita adalah tiang negara" sepertinya masih menjadi rujukan valid melihat realitas yang ada di kehidupan rumah tangga.

Hal ini bisa dibuktikan, bahwa wanita, yang memainkan dua peranan dalam waktu yang bersamaan; sebagai Isteri dan Ibu, turut menjadi komponen utama pembentuk karakter keluarga. Bahkan disebut-sebut, Ibu adalah madrasah aula (sekolah pertama) bagi putra-putrinya dalam konteks tarbiyatul aulad (pendidikan anak dalam Islam). Disisi yang lain, sering kita dengar, keluarga adalah peletak batu pertama peradaban. Dan wanita, engkau ada didalamnya.

Bukan berarti mengesampingkan peranan penting lelaki, karena pada kenyataan sang nahkoda juga tak kalah penting, terlebih disaat genting. Karena ia kemudian pemegang final segala keputusan yang harus ditaati oleh semua awak kapal. Hendak bagaimana dan kemana kepalnya melaju.

Hanya saja, ketika kita kembali melihat tugas wanita yang harus mengandung, melahirkan, menyusui dan akhirnya merawat dan menumbuh-kembangkan (baca:mendidik), maka disini terlihat jelas, bahwa harus ada bekal khusus bagi
seorang wanita dalam menjalankan peranannya. Bukan kemudian para bapak lepas tangan, tapi ada poin-poin yang hanya bisa dilakukan oleh wanita secara naluriah. Itulah sebabnya kenapa ada kodrat masing-masing yang tak perlu kita tuntut untuk disamakan, namun biarlah pada fitrahnya masing-masing untuk kita sinergikan begitu mistaqan ghalidza menyatukan.

Itu baru peranan menjadi Ibu, lalu bagaimana menjadi istri?

"Perhiasan terindah dunia adalah wanita salihah" demikan sabda Nabi Saw, nan
mashur menghargai wanita di kehidupan dunia.

Kenapa harus diidentikan dengan perhiasan terindah? Maka dalam hal ini, dua jempol untuk sang Nabi Saw., karena ketepatan beliau membidik ketertarikan para adam. Bahwa sudah menjadi fitrah dasar manusia, cenderung menyukai kepada hal yang indah-indah. Maka, suguhan keindahan hakiki hanya ditunjukan untuk wanita salihah, dan ini hanya berlaku untuk lelaki beriman yang tahu tentang hakikat keindahan, tanpa mudah tergoda kemudiain berhasil ditipu oleh keindahan palsu, semu dan sementara.

Pertanyaan sederhana dari para wanita kemudian, bagaimanakah wanita salihah
itu? Sebuah lirik nasyid dari the fikr, cukup lengkap mendeskripsikannya.

Wanita salihah adalah sebaik-baik keindahan.
Menatapnya menyejukan kalbu.
Mendengarkan suaranya menghanyutkan batin.
Ditinggalkan menambah keyakinan.
Wanita salihah adalah bidadari surga yang hadir di dunia.
Wanita salihah adalah ibu dari anak-anak yang mulia.
Wanita salihah adalah isteri yang menuguhkan jihad suami.
Wanita salihah, penerbar rahmat bagi rumah tangga, cahaya dunia dan akhirat

(prolog)

Perhiasan yang paling indah bagi seorang abdi Allah, itulah ia wanita salihah, ia menghiasi dunia.

Aurat ditutup demi kehormatan, kitab Al-Quran didaulahkan, suami mereka ditaatinya, walau perjuangan dirumah saja akhlaq mulia yang ia hadirkan.

Karena iman dan juga Islam telah menjadi keyakinan. Jiwa raga mampu dikorbankan, harta kemewahan dilaburkan.

Didalam kehidupan ini, ia menampakan kemuliaan. Bagai sekuntum mawar yang tegar di tengah gelombang kehidupan.

(Wanita Shalihah, The Fikr)

Inilah muslimah sesungguhnya, yang mengerti bagaimana seharusnya menjalankan amanah kemuslimahannya, didamba tak hanya para Rijal penegak panji-panji Islam, namun juga peradaban dan kehidupan semesta.

***

/rf_Pada masanya nanti, amanah kemuslimahan ini akan dimintai pertanggung jawaban-Nya. Seberapa siapkah sekarang kita?

Penulis: Rifatul Farida

Rabu, 21 September 2011

Para Wanita Pemuja Kecantikan

Para Wanita Pemuja Kecantikan

Kehidupan menawarkan berbagai hal yang menyilaukan mata. Godaannya bisa menghanyutkan hati siapa saja yang dengan rela melekatkan diri kepadanya. Salah satunya adalah tentang kecantikan fisik. Kehebatan daya pikatnya seperti menyihir banyak orang.

Tidak hanya itu saja, kecantikan fisik juga telah banyak mengubah pola pikir manusia, khususnya wanita. Salah satunya adalah, mereka berpendapat jika kecantikan tersebut haruslah menjadi hak milik setiap wanita. Ke identikan itu biasanya di wujudkan dengan make up atau riasan, bahkan sampai dengan operasi.

Lambat laun, tak hanya kaum hawa, para suamipun tak kalah ambil bagian dalam menyemarakkan tema kecantikan tersebut. Banyak dari mereka yang justru meminta, bahkan mensyaratkan khusus kepada para istri- istrinya agar tampil cantik di saat tampil di depan umum. Dengan begitu terbitlah sebuah kebanggaan tersendiri, jika para istri mereka justru menjadi santapan bagi pandangan liar laki- laki lain.

Hal ini tak lepas pula dari peran media yang mengusung iklan dengan slogan bombardirnya bahwa, dunia boleh menua, namun kita tak boleh kelihatan tua. Hal ini juga turut memberikan pengaruh besar terhadap perubahan sikap dan pendapat mereka mengenai bagaimana menjadi cantik dan atau membuatkan mereka terpuaskan dengan kebutuhan untuk menjadi cantik.

Langkah selanjutnya...

para wanita tak puas hanya dengan sekedar make up. Mereka berbondong- bondong mendatangi operasi plastik, botox,facelift, angkat alis, implan pipi, operasi hidung dan, sulam bibir.dll. Banyak dari mereka pun berdalih untuk membahagiakan suami atau menghargai diri sendiri. Mereka juga mengatakan bahwa menjadi cantik berarti terbuka kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan peluang kerja. Selain itu, dengan sebuah kecantikan maka keberuntungan pastilah menjadi teman akrab mereka. Karena itu mereka dengan rela melepas berarapun biayanya demi menjadi pemilik kesempurnaan, pemilik perhatian dan pujian atas sebuah kecantikan.

Namun, ada satu hal yang akan terasa mengerikan bagi mereka, yaitu adalah tentang menjadi tua, atau bahkan hanya sedikit kelihatan tua. Sindrom hilang popularitas ataupun ketakutan atas hilangnya kasih sayang dari orang yang mencintai, menjadikan "tua" sebagai momok yang sangat ingin dihindari.

Tapi begitulah wajarnya sebuah hukum alam yang tetap akan berjalan terus. Betapapun cantiknya mereka, tak akan ada yang dapat mengalahkan sebuah waktu.Dan saat mereka menyadari nanti, ternyata kecantikan hanyalah jebakan dimana mereka akan menghabiskan separuh lebih hidup mereka, untuk bertahan dalam pemenuhan keinginan orang lain atas diri mereka.

Apakah mereka bahagia? mungkin. Tapi tidak lama, karena semua yang palsu tidak akan bertahan lama. Dan seterusnya, mereka akan seperti membuat "dinding penjara" yang sangat menyesakkan bagi diri mereka sendiri.

Maka Jujurlah dan bahagiakan diri sendiri dengan menjadi apa adanya. Cobalah sesekali untuk membebaskan diri dari riasan tebal dan "polesan topeng" yang berlebihan yang ternyata menjadikan anda bukan seperti diri anda. Bebaskan hati kita dengan sebuah cinta yang besar terhadap diri sendiri.

Jangan lah bersedih. Saat anda melihat diri sendiri di cermin dan ternyata anda telah terlihat menua. Memang tidaklah lagi anda memiliki kemulusan kulit ari yang dulu ada. Namun kecantikan pada usia tua, justru semakin menjadikan anda matang dan yakin tentang apa yang anda mau. Kecantikan yang melekat pada diri itu adalah tentang kebijaksanaan.

Yakinlah, bahwa sebenarnya anda akan lebih bahagia saat orang lain menerima dan mencintai anda dengan anda yang apa adanya. Dan kecantikan abadi, seperti yang anda harapkan selama ini adalah berasal dari kebaikan hati yang anda lakukan. Hal inilah yang akan menjadi kado istimewa untuk diri anda sendiri, keluarga dan makhluk di sekitar anda. Dan inilah pula yang tersisa, bahkan setelah nanti anda tiada.

(Syahidah/voa-islam.com)


Suamiku, Berjihadlah Dijalan Allah!

Suamiku, Berjihadlah Dijalan Allah!

Menjadi laki- laki, kewajibannya tidaklah ringan. Dan kami, istrimu ini, serta anak- anak kita, mengerti tentang hal itu. Di satu sisi, kau berjuang demi mengusahakan nafkah, pengayoman dan apapun yang terbaik untuk kami, sampai terlupanya dirimu atas perawatan diri sendiri. Di sisi lain, Kaupun harus mengkondisikan diri dan hatimu untuk kepentingan diri sendiri, ditambah lagi pemenuhan kewajibanmu kepada Allah. Mungkin berat bagimu untuk memilih, atau mendahulukan yang mana terlebih dahulu.

Wahai suamiku, jangan ragu!. Dahulukan kepentingan Allah atas kami. Dan insyaallah kami akan bersabar. Terlebih ketika panggilan berjihad memanggilmu, jangan pernah kau ragu lagi. Ringankan langkahmu, dan berangkatlah!.

Kau adalah jagoan kami. Pemimpin teladan keluarga, maka janganlah takut dan khawatir saat meninggalkan kami. Aku akan menjadi asisten setiamu, yang akan menjaga anak- anak dan diriku sendiri. Jangan biarkan kehormatan saudara muslim kita terkoyak. Jangan biarkan orang- orang kafir melecehkan islam, kehormatan kita.

Janganlah urusan dunia memberatkanmu, apalagi sampai mengikat hatimu untuk tetap disini. Berangkatlah!! Tentang kami yang kau tinggalkan dibelakangmu... Suamiku, kau masih mempunyai aku. Dan kita berdua memiliki Allah yang akan senantiasa menjaga kami, Percayalah dengan sungguh- sungguh tentang hal itu.

Urusan dunia ini insyallah tidak merisaukan aku. Dan bahkan bila kau hanya terdiam disini dengan ringan hati membiarkan mereka, saudara- saudara kita terdholimi, maka bagaimana aku bisa menganggakat wajahku, sedang Allah tiada berkenan atas mu.

Bukankah kau tahu bahwa, akupun suatu hari akan ditanya dihadapan Allah tentang tugasku mendampingimu. Dan apa yang harus aku sampaikan kepadaNya, saat aku diberikan pertanyaan bahwa seharusnya aku adalah alarm pertamamu, yang mengingatkanmu saat alfa dan melupakan bahwa akidah kita, saudara kita sedang di injak- injak oleh orang kafir.

Suamiku, berniagalah dengan Allah dengan peluhmu di medan dakwah. Dan sungguh ini adalah perniagaan yang akan sangat menguntungkan bagimu, begitu pula kami. Berikanlah semua modal ilmu, harta, kesehatan, tenaga, bahkan waktumu bersama kami, hanya untuk menegakkan Laa ilaha illallah.

Buatlah kami bangga dihadapan Allah karena memiliki suami dan ayah sepertimu. Bahagiakan kami dengan keberanian dan pengorbananmu menjadi prajurit Allah yang setia. Maka kamipun akan sangat mengerti. Kami akan sangat mengerti, bahkan saat kau tengah jauh dan sulit berada ditengah- tengah kami. Kami akan mengerti bahwa kewajibanmu memanglah sungguh banyak, dibandingkan waktumu yang ada, termasuk untuk kami.

Suamiku, bahkan kau tidak akan selamanya berada dan menemani dan bersama kami. Yakinlah, bahwa aku tidak diciptakan Allah untuk membebanimu, melainkan membahagiakan dan meringankan tugas beratmu. Yakinlah bahwa anak- anak kita tidak di amanahkan Allah untuk menghentikan tugas dakwah dan jihadmu, melainkan sebagai penghibur dan peletak cita- cita masa depan kita. Maka ringankanlah pikiranmu atas kami, semoga hal itu sedikit dapat meringankan tugas beratmu, kewajibanmu kepada Allah.

Bahagiakan kami dengan syahidmu. Agar kau kelak menjadi kenangan yang mendamaikan dan menjadi teladan yang baik bagi anak- anak kita. Agar saat nanti mereka dewasa, aku akan dengan tegak kepala menceritakan kepada mereka tentang sosok abi mereka yang dengan gagah menjadi prajurit tauhid, walaupun mungkin kau tiada bersama- sama kami lagi.

Maka Jangan pernah takut dengan suara manusia yang menghardikmu dan menghina kami. Karena memang Ridho Allah saja yang kita cari. Bukankah itu tujuan pernikahan kita, suamiku. Jangan pula kau khawatir hal itu akan mengganggu pemikiran dan suasana hatiku. Cukuplah ridho Allah yang membahagiakan aku, dan cukuplah ridhomu yang menenangkan aku.

Dan maafkanlah aku serta anak- anakmu ini jika selama ini kami mungkin telah membebanimu dengan sesuatu yang diluar kemampuanmu. Dan kamipun akan belajar mengendalikan diri kami agar InsyaAllah tidak kembali menyusahkanmu.

Akupun meminta maaf, karena aku hanya memiliki kedua tangan ini yang aku serahkan kepadamu dan dapat kau gunakan untuk apapun demi meringankan tugasmu. Akupun juga meminta maaf, karena aku hanya punya hati yang aku belajar ridho kepadanya untuk mengerti dan memahami serta ikut merasakan beratnya tanggung jawabmu sebagai suami dan dihadapan Allah nanti.

(Syahidah/Voa-islam.com)


Senin, 19 September 2011

Doa Para Akhwat yang sangat merindukan datangnya seorang pendamping…

Untuk Para Akhwat…. mari kita Aminkan Doa ini…….
Untuk Para Ikhwan…. Dengarlah Doa Para Akhwat yang sangat merindukan datangnya seorang pendamping….

“Peringatan Rasulullah: “Bukan termasuk golonganku orang-orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah kemudian ia tidak menikah.” (HR. Thabrani). “

Apa yang menghimpit saudara kita sehingga MEREKA SANGGUP MENETESKAN AIR MATA. Awalnya adalah KARENA MEREKA MENUNDA APA YANG HARUS DISEGERAKAN, MEMPERSULIT APA YANG SEHARUSNYA DIMUDAHKAN. Padahal Rasululloh berpesan: “Wahai Ali, ada TIGA PERKARA JANGAN DITUNDA-TUNDA, apabila SHOLAT TELAH TIBA WAKTUNYA, JENAZAH APABILA TELAH SIAP PENGUBURANNYA, dan PEREMPUAN APABILA TELAH DATANG LAKI-LAKI YANG SEPADAN MEMINANGNYA.” (HR Ahmad) ”

A Prayer

Tuhanku…
Aku berdo’a untuk seorang pria yang akan menjadi bagian dari hidupku
Seseorang yang sungguh mencintaiMu lebih dari segala sesuatu
Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMu

Wajah tampan dan daya tarik fisik tidaklah penting
Yang penting adalah sebuah hati yang sungguh mencintai dan dekat dengan Engkau
dan berusaha menjadikan sifat-sifatMu ada pada dirinya
Dan ia haruslah mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup sehingga hidupnya tidaklah sia-sia

Seseorang yang memiliki hati yang bijak tidak hanya otak yang cerdas
Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tapi juga menghormatiku
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi juga dapat menasihatiku ketika aku berbuat salah

Seseorang yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tapi karena hatiku
Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam setiap waktu dan situasi
Seseorang yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika aku di sisinya

Tuhanku…
Aku tidak meminta seseorang yang sempurna namun aku meminta seseorang yang tidak sempurna,
sehingga aku dapat membuatnya sempurna di mataMu
Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya
Seseorang yang membutuhkan senyumku untuk mengatasi kesedihannya
Seseorang yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna

Tuhanku…
Aku juga meminta,
Buatlah aku menjadi wanita yang dapat membuatnya bangga
Berikan aku hati yang sungguh mencintaiMu sehingga aku dapat mencintainya dengan sekedar cintaku

Berikanlah sifat yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMu
Berikanlah aku tangan sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya
Berikanlah aku penglihatan sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dan bukan hal buruk dalam dirinya
Berikanlah aku lisan yang penuh dengan kata-kata bijaksana,
mampu memberikan semangat serta mendukungnya setiap saat dan tersenyum untuk dirinya setiap pagi

Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan:
“Betapa Maha Besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku pasangan yang dapat membuat hidupku menjadi sempurna.”

Aku mengetahui bahwa Engkau ingin kami bertemu pada waktu yang tepat
Dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang telah Engkau tentukan

Amin Ya Mujibassa'ilin….

http://alfiyandi.wordpress.com

KHILAFAH HANYA 30 TAHUN?






Soal:

Benarkah Khilafah hanya tiga puluh tahun? Jika benar, apakah berarti setelah itu kewajiban menegakkan Khilafah tidak ada lagi? Jika benar, apakah berarti bentuk negara dan sistem pemerintahan saat ini tidak harus mengikuti model Khilafah?

Jawab:

Pendapat yang menyatakan bahwa Khilafah hanya tiga puluh tahun sesungguhnya didasarkan pada manthuq (makna harfiah) hadis. Padahal secara harfiah, dalam redaksinya memang tidak disertai hashr (pembatasan) yang bisa diartikan “hanya tiga puluh tahun”. Hadis tersebut, antara lain, diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam kitab Shahih-nya:

أَخْبَرَنَا أَبُوْ يَعْلَى، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ الْحَجَّاجِ السَّامِيِّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ سَعِيْدٍ، عَنْ سَعِيْدٍ بْنِ جُمْهَانَ عَنْ سَفِينةَ، عَنِ النَّبِيِّ قاَلَ: «الخِلافةُ ثَلاثُونَ سنةً، وسائِرهُمْ مُلوكٌ، وَالخُلَفَاءُ وَالْمُلُوْكُ اثْناَ عَشَرَ» (رواه ابن حبان)

Kami diberitahu oleh Abu Ya’la, kami diberitahu oleh Ibrahim bin al-Hajjaj as-Sami yang berkata: Kami diberitahu oleh Abdul Warits bin Said, dari Said bin Jumhan dari Safinah, dari Nabi saw. Baginda bersabda, “Khilafah itu tiga puluh tahun. Selebihnya adalah raja. Jumlah khalifah dan raja itu ada dua belas.” (HR Ibn Hibban).

Abu Hatim, sebagaimana dikutip Ibn Hibban, berkomentar:

Hadis tersebut menurut kami, bahwa pasca tiga puluh tahun itu, secara terpaksa boleh saja disebut khalifah, sekalipun kenyataannya mereka adalah raja. Adapun khalifah terakhir, yaitu yang keduabelas, adalah Umar bin Abdul Aziz. Jadi, ketika Al-Musthafa (Nabi) saw. menyebut Khilafah itu tiga puluh tahun, dan yang terakhir dari keduabelas khalifah itu adalah Umar bin Abdul Aziz—beliau termasuk Khulafa’ Rasyidin yang mendapatkan hidayah—maka istilah khalifah juga bisa digunakan untuk menyebut penguasa yang berkuasa antara beliau dan empat yang pertama.[1]

Abu Bakar menjadi khalifah selama 2 tahun, 3 bulan dan 22 hari; Umar bin al-Khaththab menjadi khalifah selama 10 tahun, 6 bulan, 4 malam; Utsman bin Affan menjadi khalifah 12 tahun, kurang 10 hari; Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah selama 5 tahun, 3 bulan kurang 14 hari; Muawiyah bin Abi Shafyan berkuasa selama 19 tahun, 14 bulan; Yazid berkuasa selama 3 tahun, 8 bulan; Muawiyah bin Yazid berkuasa selama 40 hari; Marwan al-Hakam berkuasa selama 10 bulan; Abdul Malik bin Marwan; al-Walid berkuasa selama 9 tahun, 8 bulan; Sulaiman bin Abdul Malik berkuasa 2 tahun, 8 bulan, 5 malam; Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah selama 2 tahun, 5 malam.

Hadis yang sama juga dikutip oleh Imam as-Suyuthi dalam kitabnya, Tarikh al-Khulafa’. Bahkan dengan tegas, as-Suyuthi memasukkan bukan hanya empat khalifah, ditambah Umar bin Abdul Aziz, tetapi juga memasukkan para khalifah yang lain.

Dari penjelasan ini bisa dipahami, bahwa sebenarnya Khilafah tiga puluh tahun itu maksudnya adalah Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Mereka adalah Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin al-Khatthab, Utsman bin al-Affan, Ali bin Abi Thalib dan al-Hasan bin Ali. Total periode mereka adalah 30 tahun. Adapun yang lain setelahnya, tidak lagi mengikuti manhaj kenabian. Meski demikian, semuanya tetap layak disebut Khilafah.

Mengenai Khalifah dua belas, as-Suyuthi berkomentar:

Karena itu, yang termasuk dua belas khalifah itu adalah empat khalifah (Abu Bakar, Umar, Ustman dan ‘Ali), al-Hasan, Muawiyah, Ibn Zubair, Umar bin Abdul Aziz. Mereka delapan orang. Ada kemungkinan al-Muhtadi dari Bani Abbas termasuk di antara mereka, karena dia seperti Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah; juga ath-Thahir, karena keadilannya. Tinggal dua lagi yang masih ditunggu. Salah satunya adalah al-Mahdi, karena dia dari Ali Bait Muhammad saw.[2]

Dengan demikian, pandangan bahwa Khilafah itu hanya tiga puluh, selebihnya bukan Khilafah, jelas tidak benar. Demikian juga bahwa Khalifah tersebut hanya berjumlah dua belas. Sebab, Khilafah tersebut, dengan berbagai kesalahan implementasi (isa’ah fi at-tathbiq) yang ada di dalamnya, tetaplah Khilafah. Demikian juga khalifah di luar duabelas khalifah tersebut, tetaplah khalifah.

Selain itu, secara harfiah (manthuq), pernyataan “Khilafah itu tiga puluh tahun” tidak berarti menafikan yang lain. Jika ada yang berpendapat, bukankah frasa tsalatsuna sanah (tiga puluh tahun) ini, mafhum mukhalafah-nya bisa digunakan, sehingga lebih dari 30 tahun bukan lagi Khilafah? Demikian juga makna harfiah “duabelas khalifah”, berarti selain yang dua belas tidak bisa disebut khalifah?

Jawabannya adalah, jika ada konotasi mafhum mukhalafah yang bertentangan dengan nas yang jelas dan tegas maka konotasi tersebut tidak bisa diberlakukan. Selain itu, dalam redaksi tersebut juga tidak disebutkan alat pembatas (adat al-hashr), yang berfungsi membatasi sehingga bisa diartikan hanya 30 tahun atau 12 raja. Dengan kata lain, jika dinyatakan “Khilafah tiga puluh tahun”, atau “Khalifah dua belas” bisa juga diartikan, bahwa setelah tiga puluh tahun ada juga khalifah yang lain. Begitu juga dengan khalifah dua belas, bisa juga diartikan bahwa di luar kedua belas khalifah tersebut ada juga yang lain.

Berdasarkan fakta dan penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa kewajiban untuk menegakkan Khilafah tersebut tetap berlaku, selakipun pasca periode tiga puluh tahun. Jika ada yang menyatakan, bahwa kewajiban tersebut tidak berlaku lagi, karena setelah periode tiga puluh tahun itu tidak ada lagi Khilafah, maka kesimpulan ini sebenarnya merupakan kongklusi mantiq (logika), yang sama sekali tidak mempunyai nilai di mata Allah SWT. Sebaliknya, para ulama yang hidup pasca periode tersebut justru menyatakan kewajiban menegakkan Khilafah. Bahkan tidak ada satu pun di antara mereka yang menyatakan, bahwa menegakkan Khilafah itu tidak wajib. Sebut saja, al-Mawardi (w. 450 H), dalam kitabnya, Al-Ahkam as-Sulthaniyyah; al-Qurthubi (w. 671 H), dalam tafsirnya, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an; Ibn Katsir (w. 774 H) dalam tafsirnya, Tafsir Ibn Katsir. Mereka semuanya telah menyatakan kewajiban adanya Khilafah (imamah).

Dengan kata lain, andai saja adanya Khilafah (imamah) itu tidak wajib setelah periode Khilafah tiga puluh tahun, tentu mereka tidak akan menyatakan kewajiban adanya Khilafah. Namun justru sebaliknya, mereka secara konsisten menyatakan kewajiban tersebut. Bahkan ulama yang hidup di era akhir Kekhalifahan juga menyatakan pandangan yang sama tentang kewajiban adanya Khilafah. Sebut saja, kitab Al-Hushun al-Hamidiyyah. Semuanya ini membuktikan, bahwa hukum adanya Khilafah adalah wajib. Jika saat ini Khilafah tidak ada, berarti mendirikannya adalah wajib. Imam an-Nawawi, dalam kitabnya, Rawdhah ath-Thalibin wa Umdah al-Muftin menyatakan, bahwa mendirikan Imamah hukumnya fardhu kifayah. Jika hanya ada satu orang (yang layak) maka dia wajib diangkat. Jika tidak ada yang mengajukannya, maka Imamah itu wajib diusahakan.[3]

Selain hukumnya wajib, kewajiban menegakkan Khilafah ini juga berlaku untuk bentuk, sistem dan istilahnya. Bahkan istilah khilafah ini merupakan istilah syariah, dengan konotasi dan makna yang khas. Sebab, Khilafah merupakan bentuk negara dan sistem pemerintahan. Dengan demikian, hukum-hukum tersebut mengikat kaum Muslim. Jadi, tidak boleh lagi ada yang menyatakan, bahwa kaum Muslim bebas menentukan bentuk negara dan sistem pemerintahannya, karena bentuk dan sistemnya sudah ditetapkan oleh syariah. WalLahu a’lam. [HAR]

Catatan kaki:


[1] Ibn Hibban, Shahih Ibn Hibban, VI/175-176.

[2] Jalaluddin as-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa’, hlm. 4.

[3] An-Nawawi, Rawdhah ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin, Dar al-Fikr, Beirut, t.t., al-Marja’ al-Akbar, VIII/369.


like dong di fb

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Wassalam Wr. Wb...